Seputar Peluang Usaha Terbaru: Fikih

Download Free Android Apps

Label 1

Ads 728x90

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Featured Games
Cookie Consent

We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.

404Something Wrong!

The page you've requested can't be found. Why don't you browse around?

Take me back
Featured Apps

Labels

APMODY

Mauris lacus dolor, ultricies vel sodales ac, egestas vel eros.

Ad Space 300x250
Buy Now
Responsive Adsense Ad Here
Buy Now
APMODY: the best blogger template for posting apps as well as articles in one blog.. Get now!

Popular Posts

Tampilkan postingan dengan label Fikih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fikih. Tampilkan semua postingan
Haramkah Suami Minum Air Susu Istri?
Juli 24, 2019
Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.


Dalam Islam ada sebuah hukum yang berlaku, bahwa di antara saudara sepersusuan berlaku hukum mahram. Hal itu disebutkan dalam hadis Bukhari dan muslim. Salah satu larangannya, yaitu menikahi saudara sepersusuan. Lalu bagaimana jika ada seorang suami yang meminum air susu istrinya saat bercumbu? Apa juga akan berlaku hukum mahram dan merusak ikatan pernikahan?
Mungkin bagi beberapa pasangan, teknik yang itu-itu saja terkadang membuat pasangan jenuh dan akhirnya hubungan intim terasa stagnan dan monoton. Cumbuan-cumbuan suami terhadap istri adalah hal yang biasa dilakukan dalam berhubungan suami-istri. Misalnya, mencumbu payudara istri. Demikian menurut Ibnu Qudamah dalam al-Mughni.
Jadi mempraktekkan bermacam-macam teknik bercinta sah-sah saja, baik bagi istri maupun suami. Hal itu dibolehkan selama senggama tidak dilakukan saat istri haid atau lewat ‘ventilasi belakang’. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 222:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid.Katakanlah,’Haid itu adalah suatu kotoran’.Oleh karena itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari  wanita di waktu haid,dan janganlah kamu mendekati mereka,sampai mereka suci. Apabila mereka telah suci,maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu”.
Jadi tidak ada larangan dalam syariat islam suami mencumbu payudara istri. Adapun jika saat mencumbu payudara sang istri, ikut tertelan air susunya, maka hal tersebut tidak serta merta menyebabkan berlakunya hukum mahram dan merusak ikatan pernikahan dikarenakan sebab yang akan diuraikan berikut ini.
Allah Swt. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 233, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” Al-Baghawi mengatakan dalam Tafsir al-Baghawi, bahwa dua tahun merupakan batas menyusu bagi seorang anak.Ini menunjukkan setelah dua tahun tidak berlaku hukum persusuan.Maka dalam hal ini suami tidak bisa menjadi anak susuan istri dan lantas merusak ikatan pernikahan.
Hal tersebut juga ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, dari Aisyah ra. bahwa suatu ketika saat Nabi Muhammad Saw. masuk ke dalam rumah di sampingnya terdapat seorang lelaki. Lalu Air mukanya terlihat berubah sekan ia tidak menyukainya.
Tak lama, Aisyah berkata, “Ia adalah saudara sepersusuanku.” Kemudian Rasul Saw. menimpali, “Perhatikanlah siapa saudara sepersusuanmu itu. Karena sesungguhnya sepersusuan itu karena lapar.”
Bagi yang menyusu karena lapar hanyalah bayi yang masih belum bisa mengkonsumsi makanan kasar dan hanya boleh meminum air susu. Dan berdasarkan hadis ini Imam Malik dalam Muwaththa’berpendapat bahwa tidak berlaku hukum penyusuan kecuali bagi yang disusui sewaktu kecil dan tidak ada hukum penyusuan bagi orang yang sudah dewasa.
Demikian pula yang dikatakan Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, bahwa meminum ASI yang menyebabkan berlakunya hukum hanya jika dilakukan oleh anak kecil di bawah umur dua tahun, dan inilah pendapat mayoritas ahli fiqih.
Jadi dengan demikian, meminum air susu istri tidak merubah status suami menjadi anak susuan sang istri serta tidak otomatis pernikahannya harus dibubarkan dengan dalih suami telah menjadi mahromnya. 
Wallahu A’lam.

Sumber https://www.hanapibani.com/

Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

Ternyata Tarawih Itu 20 Raka'at
Mei 13, 2019
Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.



ASAL MULA SHALAT TARAWIH

Kata "Tarawih" merupakan jamak dari kata "Tarwihah" yang berarti satu kali istirahat, karena para sahabat ra. ber-istirahat setiap empat raka'at (Al-Hady An-Nabawy As-Shahih Li As-Shabuny, hal 35, Menukil dari Lisanul Arab dan Hasyiyatan, hal 294).
Shalat Tarawih juga dinamakan dengan "Qiyam Ramadhan" (Al-Hady An-Nabawy As-Shahih Li As-Shabuny, hal 36, dan Hamisy I'anah At-Thalibin, juz 1 hal 265). Penamaan ini diambil dari Sabda Nabi SAW;

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa berdiri melakukan shalat malam dibulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu". (HR. Bukhari Muslim)

KESIMPULAN :

  1. Shalat tarawih dinamakan pula "Qiyam Ramahan".
  2. Shalat tarawih hanya dilakukan pada bulan Ramadhan.
  3. Ada waktu istirahat antara salam dan takbir shalat berikutnya sedikitnya tiga kali, Imam Nawawi mengatakan satu Istirahat itu empat dengan dua salam, jumlah keseluruhannya lima kali istirahat. (Aqiqah As-Salaf, 303, menukil dari Kitab Majmu' Syarah Muhadzab, juz 3 hal 526).
TARAWIH RASULULLAH SAW:
Diantara saudara-saudara kita ada yang mengatakan bahwa Nabi saw melakukan shalat tarawih 8 (delapan) raka'at ditambah 3 (tiga) rakaat witir, sedangkan penambahan rakaat menjadi 20 (dua puluh) itu datang dari sayyidina Umar ra. Dengan demikian mereka menyimpulkan bahwa tarawih dengan delapan rakaat lebih afdhal daripada dua puluh rakaat.
Ada lagi yang mengatakan 8 rakaat itu Sunnah, sedangkan 20 rakaat itu bid'ah. Bahkan ada yang mengatakan 8 rakaat itu sama dengan shalat Dzuhur 5 rakaat atau shalat Shubuh 4 rakaat. Yang bila dilihat secara sepintas hadits yang akan disebutkan nanti memang mendukung pendapat mereka. 
Dua hadits itu adalah;

A. Dasar Pertama
عَنْ أَبِى سَلَامَةَ ابن عبد الرحمن أنه سَاَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه و سلّم فِي رمضانَ ؟ . فقالتْ: "ما كان يَزِيْدُ في رمضان ولا في غيره على إحْدَى عشرةَ ركعةً. يصلّى أربعًا فلا تَسْألْ عن حُسْنِهِنَّ و طُولِهِنَّ. ثُم يصلّى أربعًا فلا تَسْألْ عن حُسْنِهِنَّ. ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا. قالتْ عائِشةُ : فقُلْتُ: يا رسولَ الله. أَتَنامُ قبل أن تُوْتِرَ؟ فقال: يا عائشة. إنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ و لا يَنَامُ قَلْبِي" (متفق عليه)   

"Dari  Abi Salamah bin Abdur-rahman beliau bertanya kepada Sayyidah 'Aisyah ra. tentang shalat Nabi saw. pada bulan Ramadhan, sayyidah 'Aisyah ra. menjawab: Beliau tidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat baik dibulan Ramadhan maupun lainnya.Beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya bagus dan lamanya, lalu shalat lagi 3 rakaat. Saya bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah engkau akan tidur sebelum shalat witir?" Beliau menjawab : "Wahai 'Aisyah ra, mataku tidur, namun hatiku tidak tidur". (HR. Bukhari Muslim).

Hadits 'Aisyah ra. ini memberikan pengertian;
  1. Nabi saw melakukannya dibulan Ramadhan dan diluar Ramadhan sedangkan shalat Tarawih hanya ada dibulan Ramadhan.
  2. Nabi saw salam setelah 4 rakaat berati hanya satu istirahat (tarwihah) bukannya beberapa kali istirahat (tarawih).
  3. Dari pertanyaan 'Aisyah ra. "a tanaamu qabla an tuutira" menunukkan bahwa shalat itu adalah shalat witir bukan tarawih.
TANGGAPAN PARA ULAMA

Ulama berselisih pendapat dalam menyikapi hadits ini. Namun tetap saja mereka sepakat bahwa hadits ini bukan dasar bagi shalat tarawih.

1. PENDAPAT PERTAMA 
Hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah, karena ada beberapa 'illah (cacat):

a. Dalam hadits ini ada kontradiksi. 
Pada awalnya hadits ini menunjukkan bahwa Nabi saw sudah shalat witir, karena sudah shalat sebelas rakaat dan pada akhirnya Sayyidah 'Aisyah ra bertanya dengan kat-kata "tanaamu qabla an tuutira" yang menunjukkan beliau belum witir. Namun hal ini tidak diketahui banyak orang karena hadits ini sering disampaikan sepotong saja hanya sampai kata "tsumma yushallii tsalaatsa" tidak dilanjutkan sampai akhir hadits. Ini merupakan beberapa pangkal pengkaburan yang banyak mempengaruhi orang yang ceroboh.

b. Hadits ini Mudthorrib (simpang siur) karena ada beberapa riwayat dari Sayyidah 'Aisyah yang berbeda-beda sebagai berikut:

1). Hadits 'Aisyah ketika ditanya oleh Abu Salamah bin Abdurrahman:
عَنْ أَبِى سَلَامَةَ ابن عبد الرحمن أنه سَاَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه و سلّم فِي رمضانَ ؟ . فقالتْ: "ما كان يَزِيْدُ في رمضان ولا في غيره على إحْدَى عشرةَ ركعةً. يصلّى أربعًا فلا تَسْألْ عن حُسْنِهِنَّ و طُولِهِنَّ. ثُم يصلّى أربعًا فلا تَسْألْ عن حُسْنِهِنَّ. ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا. قالتْ عائِشةُ : فقُلْتُ: يا رسولَ الله. أَتَنامُ قبل أن تُوْتِرَ؟ فقال: يا عائشة. إنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ و لا يَنَامُ قَلْبِي" (متفق عليه)

"Dari  Abi Salamah bin Abdur-rahman beliau bertanya kepada Sayyidah 'Aisyah ra. tentang shalat Nabi saw. pada bulan Ramadhan, sayyidah 'Aisyah ra. menjawab: Beliau tidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat baik dibulan Ramadhan maupun lainnya.Beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya bagus dan lamanya, lalu shalat lagi 3 rakaat. Saya bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah engkau akan tidur sebelum shalat witir?" Beliau menjawab : "Wahai 'Aisyah ra, mataku tidur, namun hatiku tidak tidur". (HR. Bukhari Muslim).

2). Hadits 'Aisyah ra. yang diriwayatkan oleh 'Urwah :
كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم يُصَلِّى بِالليل ثلاثَ عشْرَةَ ركعةً, ثُمَّ يُصلى إذا سمِعَ النداءَ بِالصبح ركعتين خَفِفَتَين. (رواه مالك فى الموطأ).

"Beliau (Rasul saw) shalat malam 13 (tiga belas) rakaat kemudian shalat 2 (dua) rakaat yang ringan setelah mendengar adzan subuh". (H.R. Imam Malik dalam kitab Muwattha').

3). Hadits 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Urwah:
أن رسول الله  صلى الله عليه و سلم يُصلِّى مِنَ الليلِ إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوْتِرُ منها بواحدة فإذا فَرَغَ اضْطَجَعَ على شَقِّه الأَيْمَنِ (رواه مالك فى الموطاء).

"Sesungguhnya Nabi saw. shalat diwaktu malam sebelas rakaat beserta witirnya. Tatkala beliau selesai melakukan shalat, beliau berbaring pada bagian kanan tubuhnya".

4). Hadits 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Urwah:
أن رسول الله  صلى الله عليه و سلم كان يُصلِّى بِالليل ثلاثَ عشْرَةَ ركعةً ثُمَّ يُصلى إذا سمِعَ النداءَ بِالصبح ركعتين خَفِفَتَين (رواه البخاري).

"Sungguh Nabi saw melakukan shalat diwaktu malam 13 rakaat, lalu beliau shalat 2 rakaat yang ringan tatkala mendengar adzan shubuh".

5). Hadits 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Masruq:
سَأَلْتُ عائشةَ عنْ صلاةِ رسول الله صلى الله عليه و سلم بِالليل فقالتْ : "سَبْعٌ و تِسْعٌ و إحدى عَشْرَةَ سِوَى ركعتيِ الفجْر". (رواه البخاري).

"Aku bertanya kepada Aisyah ra. tentang shalat Rasulullah di waktu malam, lalu 'Aisyah menjawab : 7 (tujuh), 9 (sembilan) dan 11 (sebelas) selain 2 rakaat fajar".

6). Hadits 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Qasim bin Muhammad :
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يُصَلِّى من الليلِ ثلاث عشرةَ رَكْعَةً منها الوِتْرُ وَرَكْعَتَا الفجر. (رواه البخاري).

"Nabi saw. melakukan shalat malam 13 (tiga belas) rakaat, witir 1 (satu) rakaat dan 2 (dua) rakaat fajar".

Dari hadits-hadits 'Aisyah diatas ada beberapa kontradiksi:
  1. Hadits pertama menunjukkan bahwa Nabi saw. tidak pernah shalat malam lebih dari 11 (sebelas) rakaat, sedangkan hadits yang ke-empat menunjukkan bahwa Nabi saw. shalat malam 13 (tiga belas) rakaat, berarti lebih dari 11 (sebelas rakaat).
  2. Hadits pertama menunjukkan witir 3 (tiga) rakaat, sedangkan hadits yang ke-tiga menunjukkan bahwa witir 1 (satu) rakaat.
  3. Hadits ke-tiga Nabi saw. shalat 13 (tiga belas) rakaat termasuk witir dan sunnah fajar, sedangkan hadits ke-dua dan ke-empat Nabi saw shalat 13 (tiga belas) rakaat tanpa sunnah fajar, berarti 15 (lima belas) rakaat dengan sunnah fajar.
c. Hadits tersebut bertentangan dengan hadits lain seperti :

1). Hadits Zaid bin Kholid/ Al Juhani ra. yang menunjukkan shalat Nabi saw 12 rakaat dan witir satu rakaat, beliau berkata:
لَأَرْمُقَنَّ صَلاَةَ ؤَسُول الله : قال فَتَوَسَّدْتُ عَتَبَتَهُ أو فُسْطَاطَهُ , فَقام رسول الله صلى الله عليه و سلم فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيْلَتَيْنِ طَوِيْلَتَيْنِ طَوِيْلَتَيْنِ , ثُمَّ صَلَّى ركعتين و هما دُونَ اللَّتَيْنِ قبلهما , ثُمَّ صَلَّى ركعتين و هما دُونَ اللَّتَيْنِ قبلهما , ثُمَّ صَلَّى ركعتين و هما دُونَ اللَّتَيْنِ قبلهما , ثُمَّ صَلَّى ركعتين و هما دُونَ اللَّتَيْنِ قبلهما , ثُمَّ صَلَّى ركعتين و هما دُونَ اللَّتَيْنِ قبلهما , ثُمَّ أَوْتَرَ فَتِلْكَ ثلاثَ عَشْرَةَ ركْعةً. (رواه مسلم و غيره).

"Akan aku amati betul shalat Nabi saw lalu aku berbantal ambang pintu, saya lihat beliau berdiri shalat 2 rakaat yang lama, lalu 2 rakaat lagi agak pendek, lalu 2 rakaat lagi agak pendek, lalu 2 rakaat lagi agak pendek, lalu 2 rakaat lagi agak pendek, lalu 2 rakaat lagi agak pendek kemudian shalat witir maka jumlahnya 13 (tiga belas) rakaat".

2). Hadits Ibnu Abbas ra. yang selaras dengan hadits Zaid ra :

"Ibnu Abbas ra berkata : "aku berdiri, aku melakukan seperti apa yang dilakukan beliau. Aku berdiri disamping beliau, lalu beliau menarik telinga kananku. Beliau shalat 2 rakaat lagi, 2 rakaat lagi, 2 rakaat lagi, 2 rakaat lagi, 2 rakaat lagi, 2 rakaat lagi, lalu witir. Kemudian beliau berbaring hingga mu'adzin datang lalu beliau shalat 2 rakaat yang agak cepat, kemudian beliau pergi (ke mesjid) untuk shalat Shubuh. Maka lengkaplah malam 13 rakaat.

Dengan demikian maka hadits 'Aisyah diatas tidak dapat dijadikan dasar sama sekali baik untuk tarawih, witir atau shalat malam karena ada kelemahan berupa kontradiksi dan simpang siur serta perselisihan dengan hadits lain.

2.  PENDAPAT KEDUA

Hadits Sayyidah 'Aisyah ra. tersebut untuk shalat witir saja, hal ini dapat disimpulkan dari perkataan sayyidah Aisyah " A tanaamu qabla an tuutira". Dengan demikian kata-kata "tsumma awtara" dan "yuutira minha bi waahidatain" maksudnya adalah mengganjilkan shalat witir yakni shalat witir itu dua-dua atau empat-empat lalu ganjili dengan satu atau tiga raka'at. Karena para ahli hadits menyatakan bahwa paling banyak shalat witir itu 11 rakaat berdasarkan hadits 'Aisyah ra. diatas dan shalat witir hukumnya sunnah baik di bulan ramadhan maupun di luar ramadhan, sedangkan tarawih hanya ada dibulan Ramadhan. Dan juga pertanyaan Aisyah ra. berdasarkan shalat witir saja.

3. PENDAPAT KETIGA

Pernyataan Sayyidah 'Aisyah ra. itu dimaksudkan mengabarkan tentang shalat Nabi saw menurut se-pengetahuan beliau. Dengan demikian ada kemungkinan Beliau saw. melakukan shalat lebih dari 11 rakaat di luar sepengetahuan Sayyidah 'Aisyah ra. seperti yang telah dibuktikan oleh Zaid dan Ibnu Abbas sama halnya dengan pernyataan Sayyidah 'Aisyah ra. bahwa ia tidak pernah meliahat Nabi saw. melakukan shalat dhuha yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

"Abu Laila mengatakan : tidak ada yang menceritakan kepadaku bahwasanya Nabi saw melaksanakan  shalat dhuha kecuali Ummu Hani, dia bercerita bahwa Nabi saw masuk kerumahnya pada waktu penaklukan kota Mekkah (fathu mekkah) lalu beliah shalat 8 rakaat dan aku tidak pernah melihat beliau shalat secepat itu."

Apakah kita mengatakan Nabi saw. tidak pernah melakukan shalat dhuha hanya karena berdasarkan pernyataan 'Aisyah? ini adalah kebodohan yang sangat nyata, padahal dalam shahih Muslim itu pula Ummu Hani melihat Nabi saw. melakukan shalat Dhuha 8 rakaat. (Buka kitab Al-Hady An-Nawawy As-Shahih, hal 77 - 79).

KESIMPULAN ;

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits 'Aisyah ra. tersebut tidak membicarakan shalat tarawih sama sekali, hal ini telah disepakati para ulama. Tidak ada satupun sahabat, tabi'in ataupun tabi'it tabi'in mengatakan bahwa tarawih itu 8 rakaat.

B. DASAR KEDUA

Bersambung...................















Sumber https://www.hanapibani.com/

Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

Label 2

Ads 728x90